Hampir tiap hari gadis kecil itu selalu muncul di balik jendela kaca dan bersama teman-teman seusia kemudian membuka pintu malu-malu, dengan senyum khas memamerkan barisan gigi mungil dia menatap seseorang di balik layar monitor komputer, bila senyumnya berbalas senyuman pula seketika itu pintu terbuka lebar dan bocah-bocah balita itu melenggang dengan tawa riang memasuki kantor Qur’an Training Center, dan bisa dipastikan selama beberapa puluh menit kedepan ruangan akan berantakan dengan tingkah heboh mereka. Adapun si gadis kecil lebih senang bermain dengan telepon paralel, mengangkatnya, menempelkan di telinga seolah sedang mendengar suara seseorang di seberang sana, suara dari sosok yang sangat dirindukan.
Satu persatu bocah-bocah itu akan pulang tanpa pamit pada staf dakwah dibelakang monitor sambil bergelayut manja di kaki sang bunda atau menempel erat di punggung ayahnya yang datang menjemput. Lima tahun kisaran usia mereka, hafalan qur’an mereka beragam sesuai level kelasnya di Griya Tahfidz Balita. Si gadis kecil sendiri sudah hafal 9 juz pada 6 tahun usianya saat itu, dia memasuki tahun keduanya di Gritaba. Ketiadaan sosok ayah tak menghalangi semangat menghafal lembar demi lembar ayatur Rahman hingga Allah berkenan menjadikannya seorang hafizhah 30 juz Al Qur’an dalam usia 7 tahun 6 bulan. Prestasi yang diraih tak serta merta hasil usahanya sendiri, dalam halaman demi halaman, lembar demi lembar, juz demi juz yang dihafalnya ada sumbangsih para donatur YDSF Malang yang menginfakkan sebagian hartanya bagi anak-anak yatim, termasuk diantaranya untuk beasiswa si gadis kecil, dan mengantarnya ke jenjang pendidikan Sekolah Dasar Tahfidz Qur’an (SDTQ) agar kemampuan, pemahaman, keimanan dan ketakwaannya lebih berkembang…
Sementara itu di sebuah café yang dibangun dengan konsep dakwah, sembilan orang wanita tekun menyimak materi yang disampaikan seorang dosen sekaligus konsultan ekonomi syariah. Ragam usia mereka berada rentang muda hingga setengah baya, diantaranya tampak membawa bocah kecil yang belum tegas berjalan. Mereka bunda yatim, wanita-wanita perkasa yang mengerahkan segala daya upaya demi kelanjutan hidup dan pendidikan anak-anaknya, sendiri, tanpa pendamping yang telah mendahului menghadap Ilahi. Dua pekan sekali mereka rutin mengikuti pembinaan dan pendampingan guna meningkatkan pemahaman keislaman dan skill usaha, karena mereka semua adalah pejuang-pejuang kehidupan yang mendapatkan kepedulian muhsinin melalui program Senyum Keluarga Yatim YDSF Malang, sebuah program yang memadukan pemberian modal usaha, pendampingan, peningkatan skill dan pemahaman keislaman peserta. Sebagian besar mereka juga mendapatkan bantuan beasiswa bagi anak-anaknya yang sudah memasuki usia sekolah…
Teras masjid sebuah sekolah Islam di salah satu sudut Kota Malang pagi itu cukup hidup dengan hadirnya belasan remaja usia sekolah menengah pertama. Meski Ahad merupakan hari libur, mereka semangat mendatangi majlis pekanan, yang laki berpakaian bersih rapi sementara perempuannya nampak cantik berkerudung. Seorang mentor Sahabat Permata duduk bersedeku menghadap para remaja dalam formasi setengah linkaran di kiri kanannya. Sebuah buku panduan berisi materi tauhid, adab, akhlak dan sekilas fikih harian terhampar didepannya sementara siswa yang hadir mendengarkan dengan seksama, beberapa kali pertanyaan terlontar dari mereka yang mengikuti mentoring rutin pekanan bagi penerima program beasiswa yatim berkarakter (better). Mereka para remaja ini akan mendapatkan bantuan beasiswa pendidikan hingga jenjang lanjutan dan akan mendapatkan asistensi dalam mengakses program-program beasiswa di Perguruan Tinggi, sehingga kelak akan menjadi penopang keluarganya, menggantikan peran sang bunda yang semakin renta dan memasuki masa-masa akhir pengabdian bagi keluarganya…